Hidup tidak hanya untuk diri sendiri

Hidup tidak hanya untuk diri sendiri
Hidup untuk diri sendiri adalah sebuah konsep yang semakin populer belakangan ini, terutama di kalangan milenial. Ini berarti hidup dengan cara kita sendiri, mengejar impian dan keinginan sendiri, dan tidak mengikuti keinginan masyarakat atau tekanan dari teman-teman. Namun, dalam hal hidup untuk diri sendiri,
Ada dua aliran pemikiran :
1. mereka yang percaya bahwa hidup untuk diri sendiri tanpa mempedulikan orang lain.
2. mereka yang melakukannya akan tetapi masih tetap mempertimbangkan kesejahteraan orang lain.
Pilihan yang kedua lah yang akan menjadi fokus artikel ini, karena sejalan dengan firman Tuhan yang memerintahkan kita untuk mengasihi sesama seperti kita mengasihi diri kita sendiri.
Alkitab berkata dalam Galatia 5:13-14,
“Karena kamu telah dipanggil untuk merdeka, saudara-saudara. Hanya saja janganlah kamu mempergunakan kemerdekaanmu itu sebagai kesempatan untuk mementingkan diri sendiri, tetapi hendaklah kamu saling melayani dengan penuh kasih. Karena seluruh hukum Taurat digenapi dalam satu firman: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.”
Ayat ini mengajarkan kita bahwa kita telah dipanggil untuk hidup bebas, tetapi kita tidak boleh membiarkan kebebasan yang kita miliki menjadi penghalang bagi kesejahteraan orang lain. Sebaliknya, kita harus mengasihi sesama seperti diri kita sendiri dengan saling melayani.
Hidup untuk diri sendiri bukan berarti mengabaikan kebutuhan orang lain atau menjadi egois. Ini berarti mengidentifikasi hasrat, tujuan, dan aspirasi seseorang dan mengejarnya dengan cara yang berdampak positif bagi orang lain. Menurut firman Tuhan, kita semua diberi talenta dan kemampuan yang unik, dan merupakan tanggung jawab kita untuk menggunakannya demi kepentingan orang lain.
Yesus sendiri berkata dalam Matius 5:16,
“Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang lain, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga.”
Menyenangkan orang lain dengan mengorbankan kebahagiaan dan kesejahteraan diri sendiri adalah resep bencana. Kita tidak dapat hidup berdasarkan pada pendapat dan penilaian orang lain saja, karena pendapat orang selalu berubah. Sebaliknya, firman Tuhan tetap konstan dan dapat diandalkan.
Amsal 29:25 berkata,
“Takut akan manusia akan menjadi jerat, tetapi siapa yang percaya kepada TUHAN, dipelihara-Nya.” Percaya kepada bimbingan Tuhan dan hidup untuk diri sendiri sesuai dengan firman-Nya adalah satu-satunya cara untuk menemukan pemenuhan dan kepuasan sejati.
Hidup untuk diri sendiri juga berarti jujur terhadap perasaan dan kebutuhan diri sendiri. Kita tidak boleh menekan keinginan kita atau berpura-pura untuk menyenangkan orang lain.
Efesus 4:15 memerintahkan kita untuk mengatakan kebenaran di dalam kasih, yang mencakup kejujuran kepada diri sendiri dan orang lain tentang apa yang kita inginkan dan butuhkan. Ketika kita bersikap transparan dan otentik, kita memberikan izin kepada orang lain untuk melakukan hal yang sama, menciptakan lingkungan yang saling percaya dan menghormati.
Kesimpulannya, hidup untuk diri sendiri bukanlah tentang mementingkan diri sendiri atau mengabaikan kebutuhan orang lain. Ini adalah tentang mengidentifikasi hasrat dan aspirasi seseorang dan mengejarnya dengan cara yang berdampak positif bagi orang lain. Menurut firman Tuhan, kita dipanggil untuk mengasihi sesama kita seperti diri kita sendiri dan melayani satu sama lain melalui talenta dan kemampuan kita yang unik. Menyenangkan orang lain dengan mengorbankan kebahagiaan dan kesejahteraan diri sendiri tidaklah berkelanjutan, karena pendapat orang selalu berubah. Sebaliknya, mempercayai tuntunan Tuhan dan hidup untuk diri sendiri sesuai dengan firman-Nya adalah jalan menuju pemenuhan dan kepuasan sejati.